BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kelenjar prostate pada laki-laki letaknya berada
di belakang sphincter penutup uretra. Prostate mengsekresikan cairannya ke
dalam uretra pada saat ejakulasi, cairan prostate ini memberikan makanan kepada
sperma.
Umumnya Benigna Prostat Hiperlasi (BPH) terjadi
setelah usia pertengahan karena kenyataannya banyak sekali penyebab dari (BPH).
BPH sendiri adalah pembesaran
atau hiperterapi prostate. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH
antara lain : terjadinya retensi urine, kurangnya atau lemahnya pancaran
kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari dan terasa panas,
nyeri saat miksi.
2.
Tujuan
1.
Tujuan umum
Menambah pengetahuan dan
informasi tentang asuhan keperawatan pada kasus Benigna Prostat Hiperlasi
(BPH).
2.
Tujuan khusus
1 Mengetahui tentang definisi, etiologi,
anatomi fisiologi, Patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
2
Mengetahui tanda dan gejala diagnosa banding, komplikasi,
penatalaksanaan dari
Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
3
Mengetahui pemeriksaan penunjang, asuhan keperawatan dari pengkajian,
diagnosa,
perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan dari Benigna Prostat Hiperlasi
(BPH).
3. Rumusan Masalah
1. Definisi BPH ?
2. Etiologi BPH ?
3. Anatomi dan fisiologi BPH ?
4. Patofisiologi BPH ?
5. Tanda dan gejala BPH ?
6. Diagnosa banding ?
7. Komplikasi BPH ?
8. Penatalaksanaan BPH ?
9. Pemeriksaan Penunjang BPH ?
10. Asuhan keperawatan ?
11. Pengkajian BPH ?
12. Diagnosa keperawatan BPH ?
13. Perencanaan keperawatan ?
14. Pelaksanaan keperawatan ?
15. Evaluasi keperawatan ?
4. Manfaat
1. Bagi
Penyusun Menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan, tinjauan pustaka
dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
2. Bagi
Pembaca
Menambah pengetahuan dan informasi
secara singkat tentang Tinjauan kepustakaan
dan asuhan keperawatan
3. Bagi
Pendidikan
Menambah referensi dan sumber bacaan
secara singkat tentang BPH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi ·
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria tua lebih dari 50 tahun)
menyebabkan derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Marilyn
E. Doenges. 1999)
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah kondisi
patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling
sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun. (Brunner dan
Suddarth. 2001).
2. Etiologi
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperlasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperlasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan dihidrotestosteron (DHT)
dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperlasia prostat adalah :
1.
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan
reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi .
2. Perubahan
keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi
peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3. Interaksi
stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor
atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya
sel yang mati
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa
terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma
dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal
74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
(RogerKirby, 1994 : 38 ).
3. Anatomi dan Fisiologi
Spincter externa mengelilingi
urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat
kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra.
Prostat mengekskresikan
cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, caftan prostat ini memberi
makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dan vas
deferens.
Prostat dilewati oleh :
a. Ductus
ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke
urethra.
b. Urethra
itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat
adalah sebagai berikut:
a.
Transversal: 1,5 inchi
b.
Vertical: 1,25 inchi
c.
Anterior Posterior: 0,75 inch
Prostat terdiri dari 5 lobus
yaitu:
a.
Dua lobus lateralis
b.
Satu lobus posterior
c.
Satu lobus anterior
d.
Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira
sebesar buah kenari besot, letaknya di bawah kandung kemih. Normal beratnya
prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.
4. Patofisiologi
Menurut
Syamsul Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi
setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat
yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah
ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya,
yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan
untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon
hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa
kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih
menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara
efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan baru
kandung kemih.
Peningkatan
tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air,
natrium. dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat
dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien
dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada
awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya meningkatkan diuresis ini,
akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan
dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer
Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus
urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat
sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra
daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih
kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan serat
detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balik yang
tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa
vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk
tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut
detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut
pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
5. Tanda
dan Gejala
Terbagi 4 grade yaitu:
Pada grade I (conges tic)
1)
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2)
Kalau miksi merasa puas.
3)
Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4)
Nocturia (frekuensi kencing bertambah terutama malam hari)
5)
Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6)
Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7)
Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi
varices akhirnya bisa terjadi
perdarahan (blooding)
Pada grade 2 (residual)
8)
Bila miksi terasa panas.
9)
Dysuri nocturi bertambah berat.
10) Tidak
bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11)
Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12)
Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13) Nyeri
pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
Pada grade 3 (retensi urine)
14)
Ischuria paradosal.
15) Incontinensia
paradosal.
Pada grade 4
16)
Kandung kemih penuh.
17)
Penderita merasa kesakitan.
18)
Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19)
Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena
bendungan yang hebat.
20)
Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40-41
C.
21)
Selanjutnya penderita bisa koma.
6. Diagnosa Banding
Oleh karena
adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi destrusor, elastisitas
leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan
faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan
syaraf (kandung kemih neurologik) misalnya: Lesi medulla spinalis, penggunaan
obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan
resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor
di leher kandung kemih, batu di urethra atau struktur urethra.
7. Komplikasi
a.
Perdarahan
b.
Inkotinensia
c.
Batu kandung kemih
d.
Retensi urine
e.
Impotensi
f.
Epididimitis
g.
Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.
Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.
Hydronefrosis
j.
Hydroureter
k.
Gagal ginjal
l.
Sistitis dan prenofritis
8. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a. Konservatif
b.
Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan
berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1-4.
a. Derajat I
Dilakukan pengobatan konservatif,
misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin
(untuk relaksasi otot polos).
b. Derajat II
Indikasi untuk pembedahan.
Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c. Derajat
III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu
pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d. Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter,
untuk
pemeriksaan lebih lanjut dalam
pelaksanaan rencana pembedahan.
a. Konservatif
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan
pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat
dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk
operasi.
Tindakan terapi konservatif yaitu:
1. Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi
sekunder dengan pemberian antibiotika
2. Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.
b.
Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna
(BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft
tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu : (1)
transuretliral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.
1. Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung
mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak
terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope
disambungkan dengan arus listrik lalu dimasukkan ke dalam urethra. Kandung
kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat
untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas
ditempatkan pada bawah paha. Kepingan
jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di
tutup dengan cauter. Setelah TURP dipasang catheter Foley tiga saluran yang
dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter dikembangkan, catheter ditarik
ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.
Ukuran catheter yang besar dipasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan
darah dan kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam
fisiologis atau larutan lain yang dipakai oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi
konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang menyumbat
aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dihentikan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan da kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap
4 jam sekali sampai catheter diangkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.
Setelah catheter di angkat pasien hams mengukur jumlah urine dan waktu tiap
kali berkemih.
2. Suprapubic Prostatectomy.
Metode
operasi terbuka, resekesi supra pubic kelenjar prostat diangkat dan urethra lewat kandung kemih.
3. Retropubic
Prostatectomy
Pada
prostatectomy retropubic dibuat.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnese
yang baik
b.
Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak alum teraba
adanya massa pada dinding depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau
belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari sedang
apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih
dari 60 gr.
c. Pemeriksaan
sisa kemih
d.
Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dan supra pubic atau Tran
rectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic
cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat. sedangkan TRUS biasanya
diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan
endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal
toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau
untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f.
Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos
perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous
Pyclografi) dan BNO (Beach Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran
prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung
kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/
pancing (fisa hook appearance).
g.
Pemeriksaan CT-N Scan dan MRI
Computed
Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran
prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran
prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan,
namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h.
Pemeriksaan sistografi
Dilakukan
apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria, pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan
tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah
datang dan muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu
sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur
panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam
urethra.
i.
Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran
prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk
karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka
penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.
10. Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan BPH
I.
Pengkajian
1. Biodata
Nama, tgl MRS, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain ?
2. Keluhan Umum
Perubahan frekuensi berkemih, bila miksi terasa panas.
3. Riwayat MRS
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah berkemih dan mulai
mengedan.
4. Riwayat penyakit yang lalu
Pasien susah
untuk berkemih (BAK).
5. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah keluarga ada yang menderita seperti pasien apa tidak.
II. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
b. Eliminasi : Penurunan kekuatan dorongan aliran urine, tes keraguan.
- Keragu-raguan
pada berkemih awal.
-
Nokturia, disuria, hematuri.
-
isis berulang, riwayat batu (stasis urinaria).
-
Konstipasi.
-
Massa padat dibawah abdomen bawah.
-
Nyeri tekan kandung kemih.
-
Hernia Inguinalis, Hemoroid.
-
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan dan
frekuensi.
c. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB
d. Nyeri/kenyamanan : Nyeri supraa pubis, panggul atau punggung, tajam,
kuat, nyeri
punggung bawah.
e. Keamanan : demam
f. Seksualitas :
-
Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
-
Inkontinensia.
-
Penuninan kekualan ejakulasi.
-
Pembesaran, nyeri tekan prostat.
g. Pengetahuan :
-
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
-
Penggunaan antihipertensi, antideprresi, antibiotik urinaria.
III. Diagnostik
a.
Urinalisis : warna kuning,
coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH :
7 atau lebih besar, bakteria.
b. Adanya
staphylokokus aureus Proteus, klebsielia, pseudomonas,
e. coli.
e. coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
d. IVP menunjukkan pelambatan
pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran
prostat, penebalan abnormla
otot kandung kemih.
e. Sistogram : mengukur tekanan darah dan
volume dalam kandung kemih.
f. Sistometri :
mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
11. Diagnosa Keperawatan
- Diagnosa
keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien pre operasi sebagai
berikut :
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostate.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, Distensi kandung kemih.
3. Gangguan rasa nyaman neyeri b/d spasme otot spincter.
4. ketakutan/kecemasan
dihubungkan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur
bedah/malignasi.
5. resiko tinggi disfungsi seksual b/d sumbatan saluran ejakulasi
hilangnya fungsi tubuh.
-
Post Operasi sebagai berikut :
1. Perubahan
eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedoma, trauma,
prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
2. Jika terjadi kekurangan volume cairan
berhuhungan dengaa area bedah vaskuIer
kesulitan mengontrol perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur
invasive : alat selama pembedahan,
catheter,
iritasi kandung kemih serta trauma insisi bedah.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan iritasi mukosa kandung kemih :
reflek spasme
otot sehubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan balon kandung kemih.
5. Reiko terjadi disfungsi seksaal
berhubungan dengan situasi karisis (inkontinensia,
kebocoran urine
setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
6. Anxietas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, salah interprestasi
informasi,
tidak mengenal sumber informasi.
12.
Perencanaan Keperawatan
Pre Operasi
1.
Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat Tanda :
frekuensi, keragu-raguan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih,
inkontinensia, distensi kandung kemih, residu, urine.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam dapat berkemih dengan
jumlah cukup.
Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba
distensi kandung kemih,
menunjukkan residu paaska berkemih kurang dan 50
ml, dengan tidak adanya
tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.
R/ berkemih dengan dorongan dapat mencegah
retensi urine.
b. Tanyakan pada Klien tentang inkontinensia stress.
R/ untuk mengetahui bahwa stress
mempengarui pengeluaran urine.
c. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
R/ untuk mengetahui pengeluaran urine.
d. Awasi dan catat waktu dan jumlah setiap berkemih.
R/ memantau balance antara intake dan
output cairan.
e. Perkusi area supra pubik.
R/ untuk mengetahui distensi kandung
kemih.
f. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari.
R/ untuk mempertahankan hidrasi
adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran
urine.
2. Nyeri (akut b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih)
ditandai :
Keluhan nyeri pada kandung kemih,
penyempitan tokus, perubahan fokus otot, meringis, perilaku distraksi, gelisah,
respon otonomik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
-
Melaporkan nyeri hilang/timbul.
-
Tampak rileks.
-
Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
untuk melakukan tindakan selanjutnya memperparah nyeri.
b.
Perhatikan tirah baring bila
diindikasikan.
R/ tirah baring yang berlebihan.
c.
Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggun
R/ untuk teknik relaksasi dan destraksi.
d.
Lakukan massage prostat
R/ untuk mengurangi nyeri.
e. Berikan
obat sesuai indikasi
R/ untuk mempercepat proses
penyembuhan.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter.
Tujuan :
Setelah diakukan perawatan selama
3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengunkapkan
nyeri berkurang atau hilang. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a.
Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang
nyeri.
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
untuk melakukan tindakan selanjutnya.
b.
Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut peningkatan
tekanan darah
dan denyut nadi.
R/ untuk mengetahui tingkat perkembangan rasa nyeri.
c. Beri
kompres hangat pada abdomin terutama perut bagian bawah.
R/ untuk mengurangi rasa nyeri.
d.
Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang).
R/ untuk menghindari faktor pencetus.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknk relaksasi.
R/ untuk mengalihkan rasa nyeri.
4. Ketakutan / kecemasan dihubungkan dengan perubahan status
kesehatan kemungkinan
prosedur bedah / malignasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam pasien tampak lebih rileks.
Kriteria hasil :
-
Tampak rileks.
-
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
-
Menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan/penurunan rasa takut.
Intervensi :
a. Buat
hubungan saling percaya dengan klien/orang terdekat.
R/ untuk menumbuhkan sikap saling
percaya antara perawat-klien-keluarga.
b.
Berikan info tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi.
R/ agar pasien dapat lebih mengerti tentang kondisinya.
c.
Perubankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur.
R/ agar pasien
dapat lebih yakin pada perawat.
d. Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
R/ agar pasien
mampu mengungkapkan perasaanya dan keluarga mengerti
tentang
kondisi pasien.
e. Berikan
penguatan info kepada klien tentang info yang telah diberikan sebelumnya.
R/ untuk memberikan penegasan pada pasien.
5. Resiko tinggi disfungsi berhubungan dengan sumbatan
saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya.
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan
akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal
Intervensi :
a.
Motivasi pasien
untuk mengungapkan perasaannya yang berhuhungan dengan perubahannya.
R/ untuk mengetahui perubahan seksual pada pasien.
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.
R/ untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien.
c. Beri
kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual.
R/ agar pasien dapat mengerti tentang penjelasan
yang perawat berikan.
d. Libatkan
kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual.
R/ agar keluarga/istri pasien dapat mengerti akan kekurangan pasien.
e. Anjurkan pasien
untuk menghindari huhungan seksual selama
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
R/ untuk mencegah adanya komplikasi atau kerusakan
pada genetalia.
Post Operasi
1.
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal bekuan
darah, coedema
trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi
catheter/balon, ditandai, dengan :
a. Nyeri pada
daerah tindakan operasi.
b. Perubahan frelmensi berkemih.
- Urgensi.
- Dysuria.
- Pemasangan catheter tetap.
- Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
- Urine berwarna kemerahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam eliminasi urine lancar.
Kriteria hasil :
-
Catheter tetap paten pada tempatnya.
-
tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
-
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
-
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
a.
Kaji keluaran
urine dan sistem catheter/drainase. khususnya selama irigasi kandung
kemih.
R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah bekuan darah dan spasme
kandung kemih.
b.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
R/ Catheter biasanya dilepas 2-5
hari setelah bedah, tetapi berkemih
dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu
karena edema urethral dan kehilangan tonus.
c.
Dorong klien untuk berkemiih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dan 2-4
jam
R/ Berkemiih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan
berkemih untuk tiap 4 jam (bile ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih
dan membantu latihan ulang kandung kemih.
d.
Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
R/ Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dan 50 ml
menunjukkan perlunya kontainuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih
membaik.
e. Dorong
pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
R/ Mempertahankan hidrasi adekuat
dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
f. Kolaborasi medis untuk irigasi
kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca
operasi dini.
R/ Mencuci kandung kemih dan bekuan darah dan untuk mempertahankan potensi
catheter/aliran urine.
2.
Resiko terjadi
kekurangan volume cairan berhuhungan dengan area bedab vaskuler :
kesulitan mengontrol perdarahan ditandai dengan :
- Pusing.
- Flatus
negatif
- Bibir
kering.
- Puasa.
- using usus
negatif.
- Urine berwarna kemerahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tidakan
keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil :
- Tanda-tanda vital normal (TD : 130/90 mmHg, T : 36,5-37,5oC,
N : 80-100 x/m, RR : 16-24 x/menit).
N : 80-100 x/m, RR : 16-24 x/menit).
-
Pengisian kapiler baik.
-
Membran mukosa lembab.
-
Haluaran Urine tepat.
Intervensi :
a. Benamkan
catheter, hindari manipulasi berlebihan
R/
Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan
darah.
b. Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi
kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji
haluaran urine.
c. Evaluasi
warna, konsistensi urine.
R/ Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
d. Awasi
tanda-tanda vital
R/ Dehidrasi, memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok.
Hipertensi, bradikardi, mual/ muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan
intervensi medik segera.
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah
merah)
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/ kebutuhan penggantian
3. Resiko infeksi berhuhungan dengan prosedur pembedahan,
catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai
dengan:
- Nyeri daerah
tindakan operasi.
- Dysuria.
-
Luka tindakan operasi tepat di daerah prostat.
- Pemasangan
catheter tetap.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3-24 jam.
Menunjukkan tidak tampak
tanda-tanda infeksi,
dengan kriteria :
-
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
-
Inkontinensia tidak terjadi.
-
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
a.
Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
b.
Ambulasi kantung drainase dependen.
R/
Menghindari refleks batik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih.
c.
Awasi tanda-tanda vital.
R/ Klien yang
mengalami TUR/beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan
instrumentasi.
d.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
R/ Balutan
basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk
pertumbuhan
bakteri, peningkatan resiko infeksi.
e.
Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
R/ Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi
4. Gangguan
rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih: refleks
spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan baton kandung
kemih, ditandai dengan:
-
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-
Luka tindakan operasi.
-
Ekspresi wajah meringis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
-
Skala nyeri menurun
-
Ekspresi wajah rileks
-
Tidak ada keluhan nyeri
Intervensi :
a.
Kaji tingkat nyeri.
R/ Mengetahui
tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam
memberikan
tindakan.
b.
Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
R/ Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko
distensi/ kandung kemih.
c. Ajarkan
tekhnik relaksasi.
R/ Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/
adekuat, sehingga nyeri berkurang.
d.
Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan
perbaikan edema dan meningkatkan
penyembuhan.
e.
Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
R/ Golongan obat anti spasmodic dapat merileksasikan otot polos, untuk
memberikan/menurunkan spasme dan nyeri golongan obat analgetik dapat menghambat
reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
5. Resiko
terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi his (inkontinensia,
kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital)
ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar
prostat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
Pasien dapat mendiskusikan
perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
a.
Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
R/ Impotensi
fisiologis : terjadi bila syaraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal
pada pendekatan lain. aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 -
8 minggu.
b.
Diskusikan dasar anatomi.
R/ Syaraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui
kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan
sterilitas biasanya tidak terjadi.
c. Instruksikan
latihan perineal.
R/ Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi
seksual.
d.
Kolaborasi ke penasehat seksualitas/ seksologi sesuai indikasi.
R/ Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.
6. Anxietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interprestasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi, ditandai dengan:
-
Gelisah
-
Informasi kurang
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
Klien mengungkapkan anxietas
teratasi, dengan kriteria:
-
Klien tidak gelisah.
-
Tampak rileks
Intervensi
a.
Kaji tingkat anxietas.
R/ Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan
dalam memberikan tindakan selanjutnya.
b.
Observasi tanda-tanda vital.
R/ Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas
yang dialami klien
c.
Berikan informasi yang jelas tentang
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan
yang diberikan.
d.
Berikan support melalui pendekatan
spiritual.
R/ Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan
pengobatan untuk penyembuhan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa :
Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostate
membesar, memanjang ke depan ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis
dan hydrouretes. Etiologi BPH belum diketahui secara pasti. Adapun gejala dan
tanda yang tampak pada pasien BPH sebagai berikut: retensi urine, kurangnya
atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari dan terasa
panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang dilakukan
seperti pengobatan konservatif dan operatif.
2. Saran
- Setelah
pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat dan
seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah
-
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi
-
Menganjurkan memakan makanan yang berserat agar feces lembek
DAFTAR PUSTAKA
Handerson : M.A,1992, Ilmu Bedah untuk Perawatan, Yogyakarta :Yayasan
Esentia Medica.
Susan Martin: Tucker, 1998, Standar Perawatan pasien. Jakarta: EGC
http://david-penkaj
Doenges,
Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Long, B.C. 1996.
Perawatan Medikal Bedah : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
Susan Martin: Tucker, 1998, Standar Perawatan pasien. Jakarta: EGC
0 Response to "Askep BPH"
Posting Komentar