BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu tugas terpenting
seorang perawat adalah member obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat
merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat
bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat
menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek
samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita
memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.
Seorang perawat juga
memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat,
memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan
berdasarkan pengetahuan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah
2. Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengetahui teknik pemberian obat
secara intramuscular
b.
Untuk mengetahui teknik pemberian obat
secara intravena
c.
Untuk mengetahui teknik pemberian obat
secara subcutan
d.
Untuk mengetahui teknik pemberian obat
secara intracutan
C. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa
itu pemberian obat secara intramuscular?
2. Apa
itu pemberian obat secara intravena?
3. Apa
itu pemberian obat secara subcutan?
4. Apa
itu pemberian obat secara intracutan?
D.
Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan yang
digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I.
Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah,
rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode penulisan.
Bab
II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang pemberian obat
secara intramuscular, intravena, subcutan, intracutan
Bab
III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.
E. Metode Penulisan
Metode
penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan berdasarkan referensi buku yang
berkaitan dengan materi yang diperlukan dalam pembuatan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Obat
Obat merupakan sebuah
substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan,
pengobatan, atau bahkn pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di
dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya ,tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam
keamanan obat dan pemberian secara lsngsung ke pasien, hal ini
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien.
B. Macam-Macam Jenis Teknik Pemberian Obat
1. Secara
Intramuscular
a. Pengertian
Merupakan cara memasukkan
obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah
paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring),
dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).
b. Tujuan
Agar
obat di absorbs tubuh dengan cepat.
c. Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
1) Tempat
injeksi.
2) Jenis
spuit dan jarum yang digunak
3) Infeksi
yang mungkin terjadi selama injeksi.
4) Kondisi
atau penyakit klien.
5) Obat
yang tepat dan benar.
6) Dosis
yang diberikan harus tepat.
7) Pasien
yang tepat.
8) Cara
atau rute pemberian obat harus tepat dan benar
d. Indikasi
dan kontra indikasi
1) Indikasi
:
Bisa
dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
2) Kontra
indikasi :
Infeksi, lesi kulit, jaringan
parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.
e. Alat
dan bahan
1) Daftar
buku obat/catatan dan jadwal pemberian obat.
2) Obat
dalam tempatnya.
3) Spuit
da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm, untuk
anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
4) Kapas
alkohol dalam tempatnya.
5) Cairan
pelarut.
6) Bak
injeksi.
7) Bengkok
f.
Prosedur kerja:
1) cuci
tangan.
2) Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
3) Ambil
obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan
dalam bak injeksi.
4) Periksa
tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).
5) Desinfeksi
dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6) Lakukan
penyuntikan :
·
Pada daerah paha (vastus lateralis)
dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit
fleksi.
·
Pada ventrogluteal dengan cara,
anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul
pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi. Cara, anjurkan
pasien untuk tengkurap
·
Pada daerah dorsogluteal dengan dengan
lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan
di depan tungkai bawah. Cara, anjurkan Pada daerah deltoid (lengan atas)
dilakukan dengan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
·
Lakukan penusukan dengan posisi jarum
tegak lurus.
·
Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi
spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam spuit, maka tekanlah spuit
hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.
·
Setelah selesai, tarik spuit dan tekan
daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan
letakkan dalam bengkok.
·
Catat reaksi pemberian, jumlah dosis,
dan waktu pemberian.
·
Cuci tangan
g. Daerah
Penyuntikan :
1)
Bagian lateral bokong (vastus lateralis)
2)
Butoks (bagian lateral gluteus
maksimus)
3)
Lengan atas (deltoid)
2. Secara
Intravena
Secara Langsung
a. Pengertian
Merupakan
cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah
cairan intra vena.
b. Tujuan
Pemberian
obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek samping
dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
c. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) Injeksi
intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam
botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
2) Jenis
spuit dan jarum yang digunakan.
3) Infeksi
yang mungkin terjadi selama injeksi.
4) Obat
yang baik dan benar.
5) Pasien
yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
6) Dosis
yang diberikan harus tepat. tidak langsung harus tepat dan benar.
7) Cara
atau rute pemberian obat melalui injeksi
d. Indikasi
dan kontra indikasi
1) Indikasi
:
Bisa
dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
2) Kontra
indikasi :
Tidak
steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
e. Alat
dan bahan:
1) Spuit
dan jarum sesuai ukuran
2) Obat
dalam tempatnya.
3) Wadah
cairan (kantung/botol).Kapas alcohol dalam tempatnya.
f. Prosedur
kerja
1) cuci
tangan.
2) Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
3) Periksa
identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4) Cari
tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan pada
kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.
5) Lakukan
desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.
6) Lakukan
penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan
masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.
7) Setelah
selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan
dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8) Ganti
wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di dalamnya.
Kemudian gantungkan pada tiang infuse.
9) Periksa
kecepatan infuse.
10)Cuci
tangan.
11)Catat
reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.
Secara langsung
1. Pengertian
Cara
memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana kubiti/vena
cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala)
2. Tujuan
Pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.
Pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.
3. Hal-hal
yang diperhatikan
a) Setiap
injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
b) Tempat
injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
c) Jenis
spuit dan jarum yang digunakan.
d) Infeksi
yang mungkin terjadi selama injeksi.
e) Kondisi
atau penyakit klien.
f) Obat
yang baik dan benar.
g) Pasien
yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
h) Dosis
yang diberikan harus tepat dan benar.
i)
Cara atau rute pemberian obat melalui
injeksi
4. Indikasi
dan kontra indikasi
a) Indikasi
:
Bisa
dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
b) Kontra
indikasi :
Tidak
steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
5. Alat
dan bahan
a) Daftar
buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
b) Obat
dalam tempatnya.
c) Spuit
sesuai dengan jenis ukuran
d) Kapas
alcohol dalam tempatnya.
e) Cairan
pelarut (aquades).
f) Bak
injeksi.
g) Bengkok.
h) Perlak
dan alasnya.
i)
Karen pembendung.
6. Prosedur
kerja
a) Cuci
tangan.
b) Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
c) Bebaskan
daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada daerah
penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
d) Ambil
obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam bentuk
sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
e) Pasang
perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
f) Tempatkan
obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
g) Desinfeksi
dengan kapas alcohol.
h) Lakukan
pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan dilakukakn
pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan dilakukan
penyuntikan dan lakukan penekanan.
i)
Ambil spuit yang berisi obat.
j)
Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
k) Lakukan
aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung
semprotkan hingga habis.
l)
Setelah selesai ambil spuit dengan
menarik secara perlahan-lahan dan lakukan masase pada daerah penusukan dengan
kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di masukkan ke dalam bengkok.
m) Catat
hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
n) Cuci
tangan.
7. Daerah
Penyuntikan :
a)
Pada Lengan (v. mediana cubiti / v.
cephalika)
b)
Pada Tungkai (v. Spahenous)
c)
Pada Leher (v. Jugularis)
d) Pada
Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak –anak
3. Secara
Subcutan
a. Pengertian
Merupakan cara memberikan
obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan
bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu, paha sebelah luar,
daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).
b. Tujuan
Pemberian obat melalui
jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program pemberian insulin
yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2
tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga
memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.
c. Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
1) Tempat
injeksi
2) Jenis
spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
3) Infeksi
nyang mungkin terjadi selama injeksi
4) Kondisi
atau penyakit klien
5) Apakah
pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
6) Obat
yang akan diberikan harus benar
7) Dosis
yang akan diberikan harus benar
8) Cara
atau rute pemberian yang benar
9) Waktu
yang tepat dan benar
d. Indikasi
dan kontra indikasi
1) Indikasi
:
Bisa
dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak
memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis
kecil yang larut dalam air.
2) Kontra
indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam
air atau minyak.
e. Alat
dan bahan
1) Daftar
buku obat/catatan dan jadual pemberian obat
2) Obat
dalam tempatnya
3) Spuit
insulin
4) Kapas
alcohol dalam tempatnya
5) Cairan
pelarut
6) Bak
injeksi
7) Bengkok
perlak dan alasnya
f.
Prosedur kerja
1) Cuci
tangan
2) Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3) Bebaskan
daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
4) Ambil
obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan
pada bak injeksi.
5) Desinfeksi
dengan kapas alcohol.
6) Regangkan
dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7) Lakukan
penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dari
permukaan kulit.
8) Lakukan
aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
9) Tarik
spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke
dalam bengkok.
10)Catat
hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11)Cuci
tangan.
g. Daerah
Penyuntikan :
1) Otot
Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3
bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus).
2) Otot
paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)
3) Otot
pangkal lengan (muskulus deltoideus)
4. Secara
Intracutan
a. Pengertian
Merupakan
cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intra kutan
biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang
disuntikkan.
b. Tujuan
Pemberian
obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes terhadap reaksi
alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra
kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada
daerah lengan tangan bagian ventral.
c. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tempat
injeksi
·
Jenis spuit dan jarum yang digunakan
·
Infeksi yang mungkin terjadi selama
infeksi
·
Kondisi atau penyakit klien
·
Pasien yang benar
·
Obat yang benar
·
Dosis yang benar
·
Cara atau rute pemberian obat yang
benar
·
Waktu yang benar
d. Indikasi
dan Kontra Indikasi
1) Indikasi
:
Bisa
dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya yang
ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
2) Kontra
Indikasi :
Luka,
berbulu, alergi, infeksi kulit
e. Alat
dan Bahan
1) Daftar
buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat
dalam tempatnya
3) Spuit
1 cc/spuit insulin
4) Cairan
pelarut
5) Bak
steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
6) Bengkok
7) Perlak
dan alasnya.
f.
Prosedur Kerja
1) Cuci
tangan
2) Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3) Bebaskan
daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan
keatasan
4) Pasang
perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
5) Ambil
obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian ambil
0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi
atau steril.
6) Desinfeksi
dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
7) Tegangkan
dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.
8) Lakukan
penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20
derajat di permukaan kulit.
9) Suntikkkan
sampai terjadi gelembung.
10)Tarik
spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
11)Cuci
tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.
g. Daerah
Penyuntikan :
1) Dilengan
bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
2) Di
lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.
BAB
III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Obat dapat diberikan dengan
berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra
kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang
perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat. Sebab
ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara
yang salah.
B.
Saran
Setiap obat merupakan racun
yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah
menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya
bisa fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan
tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat
merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.
Kinerja farmakokinetik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fase
farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh
pemasukan in vivo tersebut secara
keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia
yang terpadu di dalam organ
penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan
salah satu unsur penting yang
menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat
biofase dan selanjutnya
menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993).
Aktivitas serta toksisitas suatu obat
tergantung pada lama keberadaan dan
perubahan zat aktif didalam tubuh
(Aiache, 1993). Menurut Shargel (1988),
bahwa intensitas efek
farmakologik atau efek toksik suatu obat seringkali
dikaitkan dengan konsentrasi obat
pada reseptor, yang biasanya terdapat dalam
sel-sel jaringan. Oleh karena
sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh cairan
jaringan atau plasma, maka
pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan
suatu metode yang sesuai untuk
pemantauan pengobatan.
Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau
plasma meyakinkan bahwa
dosis yang telah diperhitungkan
benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma
dalam kadar yang diperlukan untuk
efek terapetik. Dengan demikian pemantauan
konsentrasi obat dalam plasma
memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat
secara individual dan juga untuk
mengoptimasi terapi (Shargel, 1988).
Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam
plasma hampir tidak
berguna untuk penyesuaian dosis.
Dari data tersebut dapat diperkirakan
modelfarmakokinetik yang kemudian
diuji kebenarannya, dan selanjutnya
diperoleh parameter-parameter
farmakokinetiknya (Shargel, 1988).
Model farmakokinetik sendiri
dapat memberikan penafsiran yang lebih
teliti tentang hubungan kadar
obat dalam plasma dan respons farmakologik.
Model kompartemen satu terbuka
menganggap bahwa berbagai perubahan kadar
obat dalam plasma mencerminkan
perubahan yang sebanding dengan kadar obat
dalam jaringan. Tetapi model ini
tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah
sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat
didalam tubuh juga tidak
ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan
menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).
Saat ini
telah tersedia data farmakokinetik obat, yang meliputi berbagai
parameter farmakokinetik, yaitu
bioavailabilitas oral, volume distribusi, waktu
paruh dan bersihan (clearance)
dalam keadaan fisiologik maupun patologik.
Dimana kondisi fisiologik dan
kondisi patologik ini dapat menimbulkan
perubahan pada parameter
farmakokinetik obat (Setiawati, 2007).
Data
farmakokinetik ini sangat penting untuk semua jenis obat terutama
untuk obat yang lazim dikonsumsi
masyarakat. Karena kemungkinan besar
konsumsi obat yang terlalu sering
akan menimbulkan toksisitas serta efek
samping yang beresiko terhadap
kelanjutan penyakit. Menurut Setiawati (2007),
prinsip dan data farmakokinetik
sangatlah penting diketahui oleh seorang dokter
agar dapat menetapkan regimen
dosis yang optimal bagi masing-masing
pasiendengan berpedoman pada
kadar obat dalam plasma atau serum.
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana sifat kerja obat?
1.3. Tujuan
Mengetahui sifat kerja obat beserta
komponen-komponennya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi Sifat Kerja Obat
Obat bekerja
menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat
tidak menciptakan suatu fungsi di
dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi
mengubah fungsi fisiologis. Obat
dapat melindungi sel dari pengaruh agents kimia
lain, meningkatkan fungsi sel,
atau mempercepat atau memperlambat proses kerja
sel. Obat dapat menggantikan zat
tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon
tiroid, atau estrogen).
2.2. Mekanisme Kerja Obat
Obat
menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel
atau dengan beinteraksi dengan
tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat
mengubah zat kimia suatu cairan
tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar
asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi
mum, beinteraksi dengan
membran sel. Setelah sifat sel
berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.
Mekanisme kerja obat yang paling
umum ialah terikat pada tempat reseptor sel.
Reseptor melokalisasi efek obat.
Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena
memiliki bentuk kimia yang sama.
Obat dan reseptor saling berikatan seperti
gembok dan kuncinya. Ketika obat
dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik
dirasakan. Setiap jaringan atau
sel dalam tubuh memiliki kelompok
reseptor yang
unik. Misalnya, reseptor pada
sel jantung berespons pada preparat digitalis.
Suatu obat yang diminum per oral
akan melalui tiga fase: farmasetik
(disolusi), farmakokinetik, dan
farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.
Dalam fase farmasetik, obat
berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus
membrane biologis. Jika obat
diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau
intravena, maka tidak terjadi
fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik,
terdiri dari empat proses
(subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan
ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga,
terjadi respons biologis atau
fisiologis.
2.3. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik
adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam
tubuh,
mencapai tempat kerjanya,
dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan
perawat menggunakan pengetahuan
farmakokinetiknya ketika memberikan obat,
memilih rute pemberian obat,
menilai resiko perubahan keja obat, dan
mengobservasi respons klien.Empat
proses yang termasuk di dalamnya adalah :
absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi), dan ekskresi (eliminasi).
1. Absorpsi
Absorpsi
adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi
tinggi dari saluran
gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui
absorpsipasif, absorpsi aktif,
rinositosis atau pinositosis.
a. Dinamika Sirkulasi
Obat lebih
mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang
intravaskuler daripada di antara
kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat
ditembus oleh kebanyakan zat yang
dapat larut, kecuali oleh partikel obat
yang besar atau berikatan dengan
protein serum
b. Berat dan Komposisi
Badan
Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan
jumlah jaringan tubuh tempat obat
didistribusikan. Kebanyakan obat
diberikan berdasarkan berat dan
komposisi tubuh dewasa. Perubahan
komposisi tubuh dapat
mempengaruhi distribusi obat secara bermakna.
Contoh tentang hal ini dapat
ditemukan pada klien lansia. Karena penuaan,
jumlah cairan tubuh berkurang,
sehingga obat yang dapat larut dalam air
tidak didistribusikan dengan baik
dan konsentrasinya meningkat di dalam
darah klien lansia. Peningkatan
persentase leak tubuh secara umum
ditemukan pada klien lansia,
membuat kerja obat menjadi lebih lama karena
distribusi obat di dalam tubuh
lebih lambat. Semakin kecil berat badan
klien, semakin besar konsentrasi
obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan
efek obat yang dihasilkan makin
kuat
3. Metabolisme Atau Biotransformasi
Hati
merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat
diinaktifkan oleh enzim-enzim
hati dan kemudian diubah menjadi metabolit
inaktif atau zat yang larut dalam
air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa
obat ditransformasikan menjadi
metabolit aktif, menyebabkan peningkatan
respons farmakologik,
penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis,
mempengaruhi metabolisme obat.
Waktu paruh, dilambangkan dengan
t ½, dari suatu obat adalah waktu
yang dibutuhkan oleh separuh
konsentrasi obat untuk dieliminasi,
metabolisme dan eliminasi
mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya,
pada kelainan fungsi hati atau
ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih
panjang dan lebih sedikit obat
dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika
suatu
obat diberikan terus – menerus,
maka dapat terjadi penumpukan obat.
Suatu obat akan melalui beberapa
kali waktu paruh sebelum lebih dari
90% obat itu dieliminasi. Jika
seorang klien mendapat 650mg aspirin
(miligram) dan waktu paruhnya
adalah 3jam, maka dibutuhkan 3jam untuk
waktu paruh pertama untuk
mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh kedua 9
atau 6jam untuk mengeliminasi
162mg berikutnya, dan seterusnya sampai
pada waktu paruh keenam atau
18jam dimana tinggal 10mg aspirin terdapat dalam tubuh, waktu paruh selama
4-8jam dianggap singkat, dan 24jam atau
lebih dianggap panjang. Jika obat
memiliki waktu paruh yang panjang
(seperti digoksin: 36 jam), maka
diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat
mengeliminasi obat tersebut
seluruhnya, waktu paruh obat juga dibicarakan
dalam bagian berikut mengenai
farmakodinamik, karena proses
farmakodinamik berkaitan dengan
kerja obat.
4. EkskresiAtau Eliminasi
Rute utama
dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain
meliputi empedu, feses, paru-
paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat
bebas yang tidak berkaitan dengan
protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.
Sekali obat dilepaskan bebas dan
akhirnya akan diekskresikan melalui urin.
pH urin mempengaruhi ekskresi
obat. pH urin bervariasi dari 4,5
sampai 8. Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat
basa lemah. Aspirin, suatu asam
lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin
yang basa. Jika seseorang meminum
aspirin dalam dosis berlebih, natrium
bikarbonat dapat diberikan untuk
mengubah pH urin menjadi basa. Juice
cranberry dalam jumlah yang
banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga
terbentuk urin yang asam.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam
mencapai kerja maksimal, obat memerlukan beberapa tahap. Yakni
tahap farmasetik, farmakokinetik,
dan farmakodinamik. Sebelum obat benar-benar
diserap oleh tubuh, obat perlu
diubah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
Masing-masing obat tidak akan
mempunyai waktu perubahan yang berbeda-beda.
Tergantung kandungan obat itu
sendiri. Karena beberapa obat tidak 100% obat. .
Keadaan asam-basa urin juga
berpengaruh di dalam perubahan partikel obat
tersebut.
Setelah obat
mencapai kerja obatnya, obat akan dimetabolasi menjadi
bentuk yang tidak aktif, sehingga
lebih mudah untuk diekskresi. Setelah
dimetabolisasi, obat akan keluar
dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru-paru,
dan kelenjar eksokrin. Struktur
kimia sebuah obat akan menentukan organ yang
akan mengekskresinya.
3.2. Saran
Berdasarkan
materi yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka
perawat seyogyanya mengerti dan
memahami akan medikasi khususnya dalam hal
ini adalah tentang sifat kerja
obat. Sehingga perawat dapat
mengimplementasikannya dalam
proses penanganan terhadap pasien. Maka
asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien akan berjalan dengan baik
dan
maksimal. Karena jika perawat
tidak paham mengenai medikasi akan
menghambat penanganan terhadap
pasien dan penanganan menjadi kurang
maksimal bahkan dapat merugikan
pihak pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Kee Joyce L. Dan Hayes Evelyne R.1996.
Farmakologi. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 1995. Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat,
Jakarta: EGC
0 Response to "Makalah teknik pemberian obat & kinerja farmakokenitik - Agus Maulidar"
Posting Komentar