Makalah teknik pemberian obat & kinerja farmakokenitik - Agus Maulidar


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah member obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.
Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui teknik pemberian obat secara intramuscular
b.      Untuk mengetahui teknik pemberian obat secara intravena
c.       Untuk mengetahui teknik pemberian obat secara subcutan
d.      Untuk mengetahui teknik pemberian obat secara intracutan
C.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.      Apa itu pemberian obat secara intramuscular?
2.      Apa itu pemberian obat secara intravena?
3.      Apa itu pemberian obat secara subcutan?
4.      Apa itu pemberian obat secara intracutan?

D.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang pemberian obat secara intramuscular, intravena, subcutan, intracutan
Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.

E.      Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan berdasarkan referensi buku yang berkaitan dengan materi yang diperlukan dalam pembuatan makalah ini.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Obat
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan, pengobatan, atau bahkn pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya ,tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara lsngsung ke pasien, hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien.

B.     Macam-Macam Jenis Teknik Pemberian Obat
1.      Secara Intramuscular
                       a.     Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).
b.      Tujuan
Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.
c.       Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1)      Tempat injeksi.
2)      Jenis spuit dan jarum yang digunak
3)      Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
4)      Kondisi atau penyakit klien.
5)      Obat yang tepat dan benar.
6)      Dosis yang diberikan harus tepat.
7)      Pasien yang tepat.
8)      Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar
d.      Indikasi dan kontra indikasi
1)     Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
2)     Kontra indikasi :
Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.
e.       Alat dan bahan
1)     Daftar buku obat/catatan dan jadwal pemberian obat.
2)     Obat dalam tempatnya.
3)     Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm, untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
4)     Kapas alkohol dalam tempatnya.
5)     Cairan pelarut.
6)     Bak injeksi.
7)     Bengkok
f.        Prosedur kerja:
1)     cuci tangan.
2)     Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3)     Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan dalam bak injeksi.
4)     Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).
5)     Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6)     Lakukan penyuntikan :
·         Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi.
·         Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi. Cara, anjurkan pasien untuk tengkurap
·         Pada daerah dorsogluteal dengan dengan lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan di depan tungkai bawah. Cara, anjurkan Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
·         Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
·         Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.
·         Setelah selesai, tarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
·         Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
·         Cuci tangan
g.       Daerah Penyuntikan :
1)     Bagian lateral bokong (vastus lateralis)
2)     Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)
3)     Lengan atas (deltoid)

2.      Secara Intravena
Secara Langsung
a.       Pengertian
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intra vena.
b.      Tujuan
Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
c.       Hal-hal yang perlu diperhatikan
1)     Injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
2)     Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
3)     Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
4)     Obat yang baik dan benar.
5)     Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
6)     Dosis yang diberikan harus tepat. tidak langsung harus tepat dan benar.
7)     Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
d.      Indikasi dan kontra indikasi
1)     Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
2)     Kontra indikasi :
Tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
e.       Alat dan bahan:
1)     Spuit dan jarum sesuai ukuran
2)     Obat dalam tempatnya.
3)     Wadah cairan (kantung/botol).Kapas alcohol dalam tempatnya.
f.       Prosedur kerja
1)     cuci tangan.
2)     Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3)     Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4)     Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.
5)     Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.
6)     Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.
7)     Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8)     Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.
9)     Periksa kecepatan infuse.
10)Cuci tangan.
11)Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.
Secara langsung
1.      Pengertian
Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala)
2.      Tujuan
Pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.
3.      Hal-hal yang diperhatikan
a)      Setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
b)      Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
c)      Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
d)     Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
e)      Kondisi atau penyakit klien.
f)       Obat yang baik dan benar.
g)      Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
h)      Dosis yang diberikan harus tepat dan benar.
i)        Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
4.      Indikasi dan kontra indikasi
a)      Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
b)      Kontra indikasi :
Tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
5.      Alat dan bahan
a)      Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
b)      Obat dalam tempatnya.
c)      Spuit sesuai dengan jenis ukuran
d)     Kapas alcohol dalam tempatnya.
e)      Cairan pelarut (aquades).
f)       Bak injeksi.
g)      Bengkok.
h)      Perlak dan alasnya.
i)        Karen pembendung.
6.      Prosedur kerja
a)      Cuci tangan.
b)      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
c)      Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
d)     Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
e)      Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
f)       Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
g)      Desinfeksi dengan kapas alcohol.
h)      Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.
i)        Ambil spuit yang berisi obat.
j)        Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
k)      Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan hingga habis.
l)        Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di masukkan ke dalam bengkok.
m)    Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
n)      Cuci tangan.
7.      Daerah Penyuntikan :
a)        Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)
b)        Pada Tungkai (v. Spahenous)
c)        Pada Leher (v. Jugularis)
d)       Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak –anak
3.      Secara Subcutan
a.       Pengertian
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).
b.      Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.
c.       Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1)     Tempat injeksi
2)     Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
3)     Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
4)     Kondisi atau penyakit klien
5)     Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
6)     Obat yang akan diberikan harus benar
7)     Dosis yang akan diberikan harus benar
8)     Cara atau rute pemberian yang benar
9)     Waktu yang tepat dan benar
d.      Indikasi dan kontra indikasi
1)     Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
2)     Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.
e.       Alat dan bahan
1)     Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat
2)     Obat dalam tempatnya
3)     Spuit insulin
4)     Kapas alcohol dalam tempatnya
5)     Cairan pelarut
6)     Bak injeksi
7)     Bengkok perlak dan alasnya
f.        Prosedur kerja
1)     Cuci tangan
2)     Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3)     Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
4)     Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan pada bak injeksi.
5)     Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6)     Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7)     Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dari permukaan kulit.
8)     Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
9)     Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke dalam bengkok.
10)Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11)Cuci tangan.
g.       Daerah Penyuntikan :
1)     Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus).
2)     Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)
3)     Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)
4.      Secara Intracutan
a.       Pengertian
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang disuntikkan.
b.      Tujuan
Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
c.       Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1)     Tempat injeksi
·         Jenis spuit dan jarum yang digunakan
·         Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
·         Kondisi atau penyakit klien
·         Pasien yang benar
·         Obat yang benar
·         Dosis yang benar
·         Cara atau rute pemberian obat yang benar
·         Waktu yang benar
d.      Indikasi dan Kontra Indikasi
1)     Indikasi :
Bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
2)     Kontra Indikasi :
Luka, berbulu, alergi, infeksi kulit
e.       Alat dan Bahan
1)     Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2)     Obat dalam tempatnya
3)     Spuit 1 cc/spuit insulin
4)     Cairan pelarut
5)     Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
6)     Bengkok
7)     Perlak dan alasnya.
f.        Prosedur Kerja
1)     Cuci tangan
2)     Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3)     Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan keatasan
4)     Pasang perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
5)     Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
6)     Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
7)     Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.
8)     Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat di permukaan kulit.
9)     Suntikkkan sampai terjadi gelembung.
10)Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
11)Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.
g.       Daerah Penyuntikan :
1)     Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
2)     Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.


BAB III
PENUTUPAN

A.     Kesimpulan
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat. Sebab ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang salah.

B.     Saran
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bisa fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.













                                                Kinerja farmakokinetik
BAB I
       PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh
pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia
yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan
salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat
biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993).
 Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan
perubahan zat aktif didalam tubuh (Aiache, 1993). Menurut Shargel (1988),
bahwa intensitas efek farmakologik atau efek toksik suatu obat seringkali
dikaitkan dengan konsentrasi obat pada reseptor, yang biasanya terdapat dalam
sel-sel jaringan. Oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh cairan
jaringan atau plasma, maka pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan
suatu metode yang sesuai untuk pemantauan pengobatan.
 Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau plasma meyakinkan bahwa
dosis yang telah diperhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma
dalam kadar yang diperlukan untuk efek terapetik. Dengan demikian pemantauan
konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat
secara individual dan juga untuk mengoptimasi terapi (Shargel, 1988).
 Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak
berguna untuk penyesuaian dosis. Dari data tersebut dapat diperkirakan
modelfarmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya
diperoleh parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel, 1988). 
Model farmakokinetik sendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih
teliti tentang hubungan kadar obat dalam plasma dan respons farmakologik.
Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar
obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat
dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat
didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).

Saat ini telah tersedia data farmakokinetik obat, yang meliputi berbagai
parameter farmakokinetik, yaitu bioavailabilitas oral, volume distribusi, waktu
paruh dan bersihan (clearance) dalam keadaan fisiologik maupun patologik.
Dimana kondisi fisiologik dan kondisi patologik ini dapat menimbulkan
perubahan pada parameter farmakokinetik obat (Setiawati, 2007). 

Data farmakokinetik ini sangat penting untuk semua jenis obat terutama
untuk obat yang lazim dikonsumsi masyarakat. Karena kemungkinan besar
konsumsi obat yang terlalu sering akan menimbulkan toksisitas serta efek
samping yang beresiko terhadap kelanjutan penyakit. Menurut Setiawati (2007),
prinsip dan data farmakokinetik sangatlah penting diketahui oleh seorang dokter
agar dapat menetapkan regimen dosis yang optimal bagi masing-masing
pasiendengan berpedoman pada kadar obat dalam plasma atau serum. 

1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana sifat kerja obat?
 
1.3. Tujuan
 Mengetahui sifat kerja obat beserta komponen-komponennya.
 BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1. Deskripsi Sifat Kerja Obat
Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat
tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi
mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agents kimia
lain, meningkatkan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat proses kerja
sel. Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon
tiroid, atau estrogen).
 
2.2. Mekanisme Kerja Obat
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel
atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat
mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar
asam  lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan
membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.
Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel.
Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena
memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti
gembok dan kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik
dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh  memiliki kelompok reseptor yang
unik. Misalnya, reseptor pada sel  jantung  berespons pada preparat digitalis.
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik
(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.
Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus
membrane biologis. Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau
intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik,
terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga,
terjadi respons biologis atau fisiologis.
2.3. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam  tubuh,
mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan
perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat,
memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan
mengobservasi respons klien.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah :
absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan ekskresi (eliminasi).
1. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi
tinggi dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui
absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.
a.  Dinamika Sirkulasi
Obat lebih mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang
intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat
ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat
yang besar atau berikatan dengan protein serum
b.  Berat dan Komposisi
            Badan Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan
jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat
diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Perubahan
komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna.
Contoh tentang hal ini dapat ditemukan pada klien lansia. Karena penuaan,
jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang dapat larut dalam air
tidak didistribusikan dengan baik dan konsentrasinya meningkat di dalam
darah klien lansia. Peningkatan persentase leak tubuh secara umum
ditemukan pada klien lansia, membuat kerja obat menjadi lebih lama karena
distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat. Semakin kecil berat badan
klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan
efek obat yang dihasilkan makin kuat
 
3.  Metabolisme Atau Biotransformasi
Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat
diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit
inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa
obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan
respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis,
mempengaruhi metabolisme obat.
Waktu paruh, dilambangkan dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu
yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi,
metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya,
pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih
panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi.  Jika suatu
obat diberikan terus – menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.
Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari
90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650mg aspirin
(miligram) dan waktu paruhnya adalah 3jam, maka dibutuhkan 3jam untuk
waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh kedua 9
atau 6jam untuk mengeliminasi 162mg berikutnya, dan seterusnya sampai
pada waktu paruh keenam atau 18jam dimana tinggal 10mg aspirin terdapat dalam tubuh, waktu paruh selama 4-8jam dianggap singkat, dan 24jam atau
lebih dianggap panjang. Jika obat memiliki waktu paruh yang panjang
(seperti digoksin: 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat
mengeliminasi obat tersebut seluruhnya, waktu paruh obat juga dibicarakan
dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses
farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.
4.  EkskresiAtau Eliminasi
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain
meliputi empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat
bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.
Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.
pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5
sampai 8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat
basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin
yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium
bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice
cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga
terbentuk urin yang asam.







 BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Dalam mencapai kerja maksimal, obat memerlukan beberapa tahap. Yakni
tahap farmasetik, farmakokinetik, dan farmakodinamik. Sebelum obat benar-benar
diserap oleh tubuh, obat perlu diubah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
Masing-masing obat tidak akan mempunyai waktu perubahan yang berbeda-beda.
Tergantung kandungan obat itu sendiri. Karena beberapa obat tidak 100% obat. .
Keadaan asam-basa urin juga berpengaruh di dalam perubahan partikel obat
tersebut.
Setelah obat mencapai kerja obatnya, obat akan dimetabolasi menjadi
bentuk yang tidak aktif, sehingga lebih mudah untuk diekskresi.  Setelah
dimetabolisasi, obat akan keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru-paru,
dan kelenjar eksokrin. Struktur kimia sebuah obat akan menentukan organ yang
akan mengekskresinya.
 
3.2. Saran
Berdasarkan materi yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka
perawat seyogyanya mengerti dan memahami akan medikasi khususnya dalam hal
ini adalah tentang sifat kerja obat. Sehingga perawat dapat
mengimplementasikannya dalam proses penanganan terhadap pasien. Maka
asuhan keperawatan yang diberikan pada  pasien akan berjalan dengan baik dan
maksimal. Karena jika perawat tidak paham mengenai medikasi akan
menghambat penanganan terhadap pasien dan penanganan menjadi kurang
maksimal bahkan dapat merugikan pihak pasien.
 
DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Kee Joyce L. Dan Hayes Evelyne R.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 1995. Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, Jakarta: EGC

0 Response to "Makalah teknik pemberian obat & kinerja farmakokenitik - Agus Maulidar"

Posting Komentar